Anak-anak usia sekolah dasar tidak
dapat dipisahkan dari kata bermain. Menurut Aristoteles, Plato dan Frõbel
(dalam Mayke S. Tedjasaputra, 2007: 2) bermain memiliki nilai praktis artinya
bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
tertentu pada anak. Selain itu terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang
kegunaan dari bermain. Menurut teori rekreasi praktis yang diajukan oleh Karl
Groos bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat instink yang dibutuhkan guna
kelangsungan hidup di masa mendatang (Mayke S. Tedjasaputra, 2007: 4).
Sedangkan menurut Bruner fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan kreativitas
dan fleksibilitas anak. Dari beberapa teori yang disampaikan dari beberapa
ilmuwan dapat disimpulkan bahwa bermain memiliki manfaat bagi perkembangan
anak.
Jika kita mengamati sekarang ini
banyak sekali mainan yang beredar di toko-toko mainan dan permainan yang
dilakukan oleh anak. Tetapi jika kita benar-benar mengamati sungguh sangat
disayangkan karena mainan yang beredar di pasaran saat ini adalah mainan produk
budaya asing. Misalkan boneka banyak beredar boneka barbie yang berasal dari Amerika. Selain itu banyak beredar mainan
dari tokoh animasi kepahlawanan yang berasal dari Jepang. Banyak anak juga yang gemar bermain terlebih
dengan permainan game online.
Sekarang sangat jarang ditemui anak yang
bermain permainan dan mainan tradisional.
Dengan melihat beberapa fenomena di
masyarakat sangat disayangkan karena dapat membunuh kebudayaan bangsa sendiri. Indonesia
khususnya Jawa terdapat berbagai produk mainan dan permainan bagi anak.
Misalkan permianan gobak sodor, jamuran, cublak- cublak suweng, dan masih
banyak lagi. Mainan untuk anak misalkan dhakon, mobil-mobilan dari kulit jeruk
bali atau tanah liat, pistol-pistolan dari pelepah pisang, dan masih banyak
lagi.
Jika kita amati dari kedua mainan
yang beredar yaitu mainan tradisional dan mainan modern terdapat beberapa
keunggulan dari permainan tradisional. Pertama dilihat dari harga mainan modern
lebih ekonomis. Orang tua harus mengeluarkan uang yang lumayan cukup banyak
untuk mendapatkan mainan untuk anaknya. Hal ini sangat dikhawatirkan dengan
orang tua yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Bagaimana mungkin mereka
dapat membelikan mainan untuk anak mereka dengan penghasilan yang bisa dibilang
pas-pasan. Sedangkan jika kita melihat permainan tradisional bisa dikatakan 0
rupiah untuk membelinya. Misalkan mobil-mobilan dari kulit jeruk bali. Jeruk
bali merupakan sampah tetapi ketika kita kreatif seperti orang zaman dahulu
kulit jeruk bali dapat dimanfaatkan sebagai mainan anak. Pistol-pistolan dari
pelepah pisang untuk membuatnya, kita tidak perlu membeli hanya mengambil
pelepah pisang kemudian kita bentuk menjadi pistol mainan.
Dilihat dari kreatifitas bermain
tentu permianan tradisional memiliki nilai lebih. Misalkan dalam permainan
tradisional mobil-mobilan dari kulit jeruk. Anak dihadapkan dengan kulit jeruk
kemudian anak akan berkreasi sendiri untuk membentuk dan menghias kulit jeruk tersebut
menjadi mainan mobil-mobilan yang dia sukai. Berbeda dengan mobil-mobilan
modern dimana anak hanya bisa memainkan mobil-mobilan tanpa mengubah bentuk
tampilan dari mobil-mobilan tersebut.
Berdasarkan kedua hal tersebut,
permainan tradisional memiliki keunggulan daripada permainan modern tetapi
sungguh sangat disayangkan karena permainan tradisional sekarang serasa hilang
ditelan zaman. Sedikit sekali dijumpai anak yang memainkan permainan tradisional
di Jawa. Banyak anak yang lebih suka bermain game online berjam-jam. Bahkan banyak kasus yang terjadi dimana
siswa SD yang membolos sekolah hanya untuk bermain game online di warnet. Selain itu beredarnya game online dapat membunuh karakter anak. Dalam game online anak akan bermain sendiri di
depan komputer sehingga nilai sosial anak akan hilang. Anak tidak peduli dengan
keadaan sosial. Selain itu banyak beredarnya game online yang mengandung
unsur pornografi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan kebudayaan bangas
Indonesia. Bahkan mirisnya ada unsur seksual dalam permianannya sehingga tidak
heran banyak kasus yang muncul terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh
anak usia SD. Menurut Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kekerasan
secara fisik dan secara seksual yang dilakukan oleh anak menyebabkan Indonesia
berada dalam situasi darurat kekerasan. Sebagai orang tua seharusnya memiliki
peranan dalam menentukan dan mengawasi permainan yang dilakukan oleh anak.
Menurut Dharmamulya permainan
tradisional Jawa terdapat 3 kategori dalam memainkannya yaitu dengan nyanyian,
adu ketangkasan, dan bermian dengan menggunakan strategi. Permainan dengan
menggunakan adu ketangkasan merupakan permianan yang paling banyak digemari
terbukti dengan dahulu ketika kita masih kecil kita sering melakukan permainan
tersebut contohnya gobak sodor. Permianan tradisional dengan adu ketangkasan
dapat dimainkan anak laki-laki maupun perempuan sehingga permainan ini tidak
memandang gender.
Kurikulum di Indonesia selalu
mengangkat nilai karakter pada pembelajarannya. Hal ini dilakukan karena di
Indonesia banyak sekali pejabat dan
ilmuwan yang tidak memiliki nilai karakter. Misalkan banyak sekali para
pejabat yang melakukan korupsi. Bahkan Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki kasus korupsi terbanyak di dunia. Sedangkan Jika kita amati
banyak nilai karakter dalam permainan dan mainan tradisional kususnya Jawa. Alangkah
baiknya permainan yang diberikan kepada anak memiliki nilai karakter karena
dengan melihat beberapa teori yang sudah dipaparkan bahwa bermain memiliki
manfaat dalam perkembangan anak.
Sekolah merupakan salah satu sarana menanamkan nilai
karakter anak seharusnya ikut berperan dalam perkembangan anak. Untuk
memberntuk nilai karakter pada anak salah satunya melalui permainan
tradisional. Selain sebagai sarana melestarikan kebudayaan dengan melalui
permainan tradisional dapat juga sebagai sarana untuk menumbuhkan nilai
karakter siswa.